TENGGARONG – Ketergantungan tinggi Kutai Kartanegara (Kukar) pada Dana Bagi Hasil (DBH) migas dan batu bara kembali menjadi sorotan. Dalam Rapat Paripurna DPRD Kukar, Senin (21/7/2025), Bupati Aulia Rahman Basri secara terbuka mengakui struktur pendapatan daerah masih sangat rapuh terhadap fluktuasi harga komoditas global.
Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berada di angka 6,2 persen, Kukar jauh dari kata mandiri secara fiskal. “Memang struktur pendapatan kita ini ada tiga, yaitu PAD, DBH, dan sumber lainnya yang dianggap sah. Tapi memang ketergantungan kita terhadap DBH sangat tinggi,” ujarnya.
Dampak Lesunya Batu Bara
Aulia menjelaskan, tantangan semakin berat karena industri batu bara sedang mengalami penurunan harga. Kondisi ini membuat sejumlah perusahaan yang sudah memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mulai menghentikan produksinya.
“Sebagaimana kita pahami, hari ini harga batu bara sedang turun. Ketika produksi turun, otomatis royalti yang diberikan ke daerah melalui DBH juga ikut turun,” jelasnya.
Penurunan produksi ini langsung memukul pendapatan daerah yang sebagian besar bertumpu pada DBH. Minimnya kontribusi PAD membuat ruang fiskal Kukar semakin terbatas saat harga komoditas anjlok.
Menurut Aulia, persoalan rendahnya kontribusi PAD harus segera diatasi. Pemkab Kukar, katanya, tengah menyiapkan langkah strategis untuk memperkuat sumber pendapatan lokal agar tidak terlalu bergantung pada komoditas yang rentan harga.
“Pemkab Kukar akan terus mendorong berbagai langkah strategis untuk memperkuat PAD, agar struktur pendapatan daerah tidak lagi terlalu rapuh terhadap fluktuasi harga komoditas di tingkat global,” tegasnya. (Adv)