TENGGARONG – Di tengah masifnya aktivitas industri tambang di Desa Embalut, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), para petani tetap berusaha mempertahankan sektor pertanian meski lahan sawah kian menyusut.
Kepala Desa Embalut, Yahya, menyebutkan bahwa saat ini sawah padi yang tersisa hanya sekitar 40 hektare, jauh berkurang dibanding sebelumnya.
“Sawah padi kami tersisa cuma sekitar 40 hektare. Itu pun kualitasnya sudah turun jauh dibanding dulu,” ujarnya, Jumat (28/3/2025).
Ia menjelaskan bahwa proses reklamasi pascatambang belum efektif mengembalikan kesuburan tanah. Banyak lahan yang menjadi ekstrem dan membutuhkan waktu pemulihan panjang.
“Ini lahan ekstrem. Pemulihannya butuh waktu 3 sampai 4 tahun. Harus sabar dan rajin pupuk organik,” jelas Yahya.
Menghadapi situasi tersebut, petani kini beralih menanam jagung, cabai, dan singkong, serta menerapkan sistem rotasi tanaman untuk menjaga keseimbangan tanah.
Di sisi lain, Yahya juga menyoroti kurangnya dukungan dari penyuluh pertanian, yang menurutnya sudah hampir dua tahun tidak aktif mendampingi petani.
“Penyuluh Pertanian Lapangan (PLL) kami sudah hampir dua tahun tidak pernah turun ke desa. Padahal, petani kami butuh bimbingan teknis untuk mengelola tanah yang rusak,” ujarnya.
Minimnya minat generasi muda terhadap pertanian menjadi tantangan tambahan. Banyak anak muda yang memilih bekerja di tambang.
“Banyak anak muda berpikir bertani itu melelahkan dan kurang menguntungkan. Padahal, kalau dikelola dengan baik, bertani bisa jauh lebih menguntungkan daripada kerja di tambang,” lanjutnya.
Untuk mengubah persepsi itu, pemerintah desa kini mendorong konsep pertanian berbasis bisnis.
“Kalau satu hektare jagung bisa untung Rp50 juta, kenapa tidak. Masalahnya selama ini bertani tidak diajarkan sebagai bisnis, tapi hanya sekadar bertahan hidup,” tegasnya.
Saat ini, arah pengembangan pertanian di Embalut lebih difokuskan pada koneksi pasar, kemitraan usaha, dan akses permodalan. Yahya optimistis pertanian tetap punya prospek cerah.
“Saya percaya kalau kita kelola dengan ilmu dan mau belajar, pertanian tetap punya masa depan di Embalut,” pungkasnya. (Adv)