TENGGARONG – Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), sukses menjadi tuan rumah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-8 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Gelaran nasional ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi komunitas adat dari berbagai daerah, tetapi juga membuka babak baru dalam perjuangan pengakuan masyarakat hukum adat di Kukar.
Camat Kota Bangun Darat, Julkifli, mengungkapkan bahwa ditunjuknya Kecamatan Kota Bangun Darat sebagai lokasi Rakernas merupakan kehormatan besar sekaligus pengakuan tidak langsung atas eksistensi daerah tersebut di panggung nasional.
“Kami merasa bangga dan bersyukur dipercaya menjadi tuan rumah Rakernas ini. Ini bukan hanya soal menjadi tempat penyelenggaraan acara, tetapi juga pengakuan terhadap keberadaan dan potensi masyarakat adat kami,” kata Julkifli, Jumat (25/4/2025).
Selama tiga hari pelaksanaan, seluruh agenda Rakernas berlangsung kondusif dengan sambutan hangat dari masyarakat setempat. Kehadiran ratusan peserta dari seluruh Nusantara menjadikan Kota Bangun Darat semakin dikenal dalam jaringan komunitas adat Indonesia.
Lebih dari sekadar seremonial, Rakernas kali ini turut membahas pentingnya percepatan pengakuan masyarakat hukum adat, khususnya di Kukar. Julkifli menjelaskan bahwa hingga saat ini, Kukar memang belum memiliki komunitas adat yang diakui secara hukum formal, meski di setiap desa telah berdiri lembaga adat.
“Untuk pengakuan masyarakat hukum adat, diperlukan prosedur administrasi termasuk penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati. Ini yang sekarang sedang kita upayakan bersama,” terangnya.
Pemerintah Kecamatan Kota Bangun Darat, lanjut Julkifli, berkomitmen mendorong percepatan pengakuan tersebut dengan bersinergi bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) di level kabupaten maupun provinsi.
“Kami tidak hanya menunggu, tapi juga aktif mendorong dan memfasilitasi proses di tingkat desa agar segera memenuhi syarat administratif yang diperlukan,” tambahnya.
Julkifli berharap, momentum Rakernas ini dapat mempercepat lahirnya regulasi yang sah, sehingga keberadaan masyarakat hukum adat di Kukar mendapat perlindungan hukum yang jelas.
“Ini bukan hanya soal status, tetapi tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat dan pelestarian nilai-nilai budaya lokal,” tutupnya. (Adv)